Sabtu, 03 Desember 2011

RAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG JIKA DILIHAT DARI FAKTOR KESEHATAN


BAB I                                                   
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Masyarakat Jawa sebagai salah satu golongan etnis di Indonesia tampak mempunyai sikap hidup yang berbeda dengan golongan etnis lainnya. Asal- usul orang jawa, tradisi orang jawa merupakan salah satu landasan sikap hidup orang jawa. Untuk mengungkap sikap orang Jawa diperlukan pengetahuan asal- usul dan kehidupannya menurut adat serta tradisinya.
Dengan tradisi yang dimilikinya, suatu masyarakat akan mengatur perilaku mereka dalam hubungan dengan lingkungannya, demikian pula dalam interaksi sosial maupun dengan dunia super- natural mereka. Jika terjadi suatu perubahan tradisi maka tidak selalu berada pada tingkat perubahan yang sama, suatu waktu ada perubahan besar dalam suatu tradisi, sementara itu pada kebudayaan hanya sedikit perubahan.
Dalam menghadapi dunia fisik dan hubungan sosial, manusia tidak hanya menyandarkan diri pada pengetahuan melalui simbol- simbol tradisi yang mereka miliki, akan tetapi ada kalanya juga mendasarkan pertimbangan praktis. Karenanya dalam memahami suatu perubahan sosial- budaya, jaringan nmakna budaya kurang dapat dipakai untuk dapat memberikan jaawaban, sebab tradisi bukan hanya dikembangkan oleh pemikiran manusia, tetapi juga terbentuk dan dihasilkan suatu sistem sosial tertentu.
Dalam rangka manusia pada suatu masyarakat mengembangkan kebudayaan melalui suatu tradisi, perlu dikembangkan kemampuan untuk menangkat nilai- nilai sosial budaya daerah yang luhur, serta menyerap nilai- nilai dari luar yang positif dan diperlukan bagi pembaharuan sebagai usaha pengembangan kebudayaan. Tradisi cukur gembel adalah salah satu adat dalam kebudayaan masyarakat desa yang keberadaannya terbatas pada daerah- daerah tertentu yang mencerminkan nilai- nilai budaya masyarakat setempat. Agar tradisi cukur gembel dapat dimengerti dan diterima maka masyarakat pendukung tradisi tersebut harus dapat diterima oleh lingkungan sekitar masyarakatnya.
Usaha warga masyarakat mempertahankan tradisi yang memiliki nilai- nilai sosial dan nilai- nilai budaya bukan diartikan kuno atau tradisional, tetapi sebagai wujud masyarakat yang beradap. Yaitu mampu mempertahankan suatu tradisi tengah- tengah perkembangan jaman yang semakin kodern. Selain itu adanya kepedulian masyarakat mendukung dan melaksanakan tradisi cukur gembel mengindikasikan bahwa dengan dilaksanakannya tradisi cukur gembel, dikarenakan adanya suatu sebab. Misalnya dari segi medis, jelas bahwa rambut gembel adalah rambut yang tidak normal dan dapat mengganggu kesehatan. Dari unsur religius dimaksudkan untuk memenuhi mitos- mitos yang berkembang dalam masyarakat, yaitu mengikuti tradisi leluhut dan menghormati dunia super-natural yang melingkupi lingkungan sekitar masyarakat karena masyarakat menganggap tidak bisa memenuhi sendiri.
Oleh karenanya masalah tersebut merupakan masalah penting bagi peneliti dalam upaya mengklasifikasikan data dan menganalisisnya dengan maksud untuk dapat lebih memahami fenomena perubahan dan stabilitas dari suatu tradisi. Sebagai pengetahuan dan agar diketahui secara ilmiah tentang trdisi cukur gembel melalui penelitian di Desa Sikunang, Kecamatan Dieng, Kabupaten Wonosobo.
A.           Rumusan Masalah
1.    Bagaimana sejarah rambut gembel di Desa Sikunang, Kecamatan Dieng, kabupaten Wonosobo?
2.    Faktor apa saja yang menyebabkan seseorang berambut gembel di Desa Sikunang, kecamatan Dieng, Kabupaten Wonosobo?
3.    Bagaimana rambut gembel dapat tumbuh hanya pada anak-anak di dataran tinggi saja jika dilihat pada factor kesehatan?
B.        Tujuan
1.    Untuk mengetahui sejarah rambut gembel di Desa Sikunang, Kecamatan Dieng, kabupaten Wonosobo.
2.    Untuk mengetahui faktor – faktor yang menyebabkan seseorang berambut gembel di Desa Sikunang, Kecamatan Dieng, Kabupaten Wonosobo.
3.    Untuk mengetahui Bagaimana rambut gembel dapat tumbuh hanya pada anak-anak di dataran tinggi saja jika dilihat pada factor kesehatan.


C.        Manfaat
            Diharapkan dengan penelitian ini para pembaca tau tentang sejarah adanya rambut gembal, mengetahui faktor – faktor yang menyebabkan seseorang berambut gembel di Desa Sikunang, Kecamatan Dieng, Kabupaten Wonosobo dan mengetahui Bagaimana rambut gembel dapat tumbuh hanya pada anak-anak di dataran tinggi saja jika dilihat pada factor kesehatan? 
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A.           Pengertian Kebudayaan
Ruang lingkup kajian kebudayaan sangat bervariasi dan setiap pembatasan arti yang diberikan akan sangat dipengaruhi oleh dasar pemikiran tentang asas-asas pembentukan masyarakat dan kebudayaan. Dalam Antropologi misalnya ada yang menekankan bahwa berbagai cara hidup manusia yang tercermin dalam pola-pola tindakan (action) dan kelakuan (behavior), merupakan aspek penting sebagai objek penelitian dan analisisnya.
Dalam bahasa Indonesia budaya berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi (budi atau akal) dan ada kalanya ditafsirkan bahwa kata budaya merupakan perkembangan dari kata majemuk “budi-daya” yang berarti daya dari budi, yaitu berupa cipta, rasa dan karsa. Karenanya ada juga yang mengartikan bahwa, kebudayaan merupakan hasil dari cipta, rasa dan karsa. Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan merupakan “keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar”.
Sejak E. B Tylor mendefinisikan kata kebudayaan sebagai “keseluruhan komplek meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral adat dan berbagai kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat”. Telah muncul ratusan pembatasan tentang konsep kebudayaan. Pembatasan tersebut perlu karena bentuk kebudayaan sangat komplek, sementara itu pengetahuan tentang kebudayaan juga terus berkembang. Dalam antropologi budaya, ruang lingkup kajian kebudayaan mencakup variasi objek yang sangat luas, antara lain dongeng-dongeng, ragam bahasa, hokum, upacara minta hujan dan lain sebaginya. Sekalipun pengertian yang mencakup dalam kebudayaan masih sangat luas, sejak 1950-an ada suatu upaya merumuskan kembali konsep tersebut lebih sistematis, yaitu dilakukan oleh dua orang antropologi, yaitu A.L Kroeber dan C. Kluckhohn dalam culture A. Critical Review of Concepts and Definitions (1952). Dalam bukunya itu mereka antara lain mengutarakan bahwa yang dimaksud dengan kebudayaan adalah “keseluruhan pola-pola tingkah laku diturunkan melalui simbol yang akhirnya mampu membentuk suatu yang khas dari kelompok-kelompok manusia, termasuk perwujudannya dalam benda-benda materi”. Dalam hal ini struktur sosial hanya dianggap sebagai salah satu segi dari masyarakat.
Selanjutnya J.J Honigman (1954) membedaka ada fenomena kebudayaan atau wujud kebudayaan adalah sistem badaya (sistem nilai, gagasan-gagasan dan norma-norma), sistem social (kompleks aktivitas dan tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat) dan artefak atau kebudayaan fisik. Selain itu C. Kluckhohn juga mengatakan bahwa dalam setiap kebudayaan makhluk manusia juga terdapat unsur-unsur kebudayaan yang bersifat universal meliputi sistem organisasi sosial, sistem mata pencaharian hidup, sistem tehnologi, sistem pengetahuan, kesenian, bahasa dan religi.     
B.            Pengertian Tradisi
Secara umum banyak diungkap bahwa tradisi sama artinya deng an budaya,. Tradisi dianggap sebagai suatu kebiasaan, maksudnya bahwa segala ketentuan dan kebiasaan-kebiasaan yang mengandung unsusr-unsur atau nilai-nilai budaya, adat istiadat, yang bersifat turun-temurun merupakan suatu yang telah menjadi tradisi, dan masyarakat atau sekelompok masyarakat secara bersama-sama terlibat dalam melestarikan atau melaksanakan suatu kebiasaan-kebiasaan yang dimaksud. Misalnya tradisi Sekaten, Suranan, Sadranan.
Batasan tradisi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut. Tradisi adalah adat kebiasaan yang dilakukan turun-temurun dan masih terus dilakukan dalam masyarakat dan setiap tempat atau daerah atau suku yang berbeda-beda (1994:1531).
Dari pengertian tentang tradisi tersebut di atas, ditegaskan bahwa serangkaian kebiasaan yang bersifat turun-temurun dan diyakini keberadaannya oleh masyarakat suatu daerah tertentu atau tempat dalam suatu suku-suku tertentu hakikatnya masyarakat tersebut melaksanakan apa yang dinamakan tradisi, biasanya suatu tradisi dijadikan sebagai perlambangan budaya hidup masyarakat sesuai dengan norma hidup dan adat yang melekat.
Tradisi adalah keseluruhan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun benar-benar masih ada kini, belum dihancurkan, dirusak, dibuang atau dilupakan. Di sini tradisi hanya berarti warisan, apa yang benar-benar tersisa dari masa lalu.
BAB II
PEMBAHASAN

                            Dieng berasal dari dua kata yaitu “ di “ ( bahasa sunda kuno ) yang berarti tempat atau gunung.dan “ hyang “ ( bhasa sunda kuno ) yang berarti dewa. Dengan demikian, Dieng berarti daerah tempat para Dewa. Dieng adalah dataran tinggi yang masih wilayah kabupaten Wonosobo dan sebagian Kabupaten Banjarnegara. Letaknya disebelah barat Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing  Dieng memiliki berbagai macam pesona wisata, seperti kawah, telaga, dan candi. Serta mempunyaikesenian daerah seperti angklung , kuda kepang dan lain-lain. Makana khas yang berasal dari Dieng yang susah ditemukan di daerah lain adalah jamur Dieng, dan manisan karika. Nama Carica memang belum biasa di dengar oleh telinga kita, karena hanya ditempat – tempat tertentu Carica tumbuh. Carica berbentuk seperti pepaya. Namun carica memiliki bentuk yang lebih kecil dari pepaya. Pohon carica pun hamper sama bentuknya dengan pohon papaya. Masyarakat Dieng menyebut Carika sebagai   , karena bentuknya yang memang mirip dengan pepaya.
Hal yang menarik dari Dieng selain pesona wisata. Kesenian dan makanan khasnya yaitu banyaknya masyarakat yang berambut gimbal.Inilah yang menjadi bahan dari penelitian kami, yang kami memfokuskan penelitian kami di desa Sikunang. Desa Sikunang merupakan salah satu desa dikecamatan Dieng, Kabupaten Wonosobo. Desa Sikunang merupakan gabungan rangkaian dataran tinggi Dieng yang ketinggiannya kurang lebih 1000 m dari permukaan air laut. Mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, khususnya petani kentang. Masyarakat Sikunang mayoritas memeluk agama Islam, dan tradisi jawanya masih sangat kental. Tingkat pendidikan masyarakat desa Sikunang tergolong rendah, karena sebagian besar penduduk hanya berpendidikan Sekolah Dasar( SD).

SEJARAH RAMBUT GIMBAL
Dahulu pada masa kejayaan mataram, lahirlah seorang anak yang diberi nama Kolodate. Kolodate adalah anak dari kyai badar yang merupakan perangkat desa dimasa kejayaan mataram. Kyai badar dikenal sebagai sosok yang sakti mandraguna.
Kolodate muda dikenal sebagai pemuda yang berambut gimbal. Kolodate juga merupakan pemuda yang mempunyai ilmu tinggi, namun kesaktiannya tidak melebihi sang ayah(kyai badar). Kolodate adalah sosok yang pengayom, yang suka mengayomi masyarakatnya dari kejahatan masyarakat luar. Kolodate disegani oleh musuhnya dan disenangi oleh teman dan warganya.
Pada waktu itu, ada pemilihan kepala desa dan karena kepandaian serta jiwa untuk mengayomi rakyat sangat tinggi, kolodate didorong untuk menjadi kepala desa. Namun seringkali keinginan tidak sesuai dengan kenyataan. Keinginan untuk mengayomi rakyat tidak disetujui oleh pemerintah mataram, tanpa diketahui alasan yang jelas. Hanya kekecewaan yang mendalam yang didapat oleh kolodate, Untuk memupus kekecewaannya, Kolodate memutuskan untuk menyepi mencoba untuk mendalami makna hidup ditengah kesepian, sekaligus mengadu kepada sang khalik. Dalam setiap doanya, kolodate memohon agar keinginannya terkabul, kolodate bersumpah bila keinginannya tidak terkabul, dia akan menitiskan rohnya kepada anak yang baru lahir atau anak yang mulai berjalan.
Pada kenyataannya, keinginan kolodate untuk mengayomi rakyat tidak terkabul, sehingga sumpah yang diucapkannya sebagai luapan kekecewaannya terjadi. Masyarakat Dieng pada umumnya dan masyarakat Sikunang pada khususnya banyak didapati anak yang berambut gimbal.
Berkat legenda itu,  masyarakat Dieng menempatkan anak berambut gimbal lebih tinggi dari sebayanya. Secara spiritual, anak yang berambut gimbal perilakunya dinilai sama dengan kolodate. Seorang anak yang berambut gimbal merupakan berkah bagi keluarganya, karena anak tersebut dianggap membawa kebaikan bagi keluarga. 
LATAR BELAKANG TUMBUHNYA RAMBUT GEMBEL
Seorang anak berambut gembel mula-mula mengidap penyakit panas,  kemudian rambutnya tumbuh tidak selayaknya, dirambutnya tumbuh gembel. Hal lain yang menyebabkan seseorang berambut gembel adalah kurangnya perawatan terhadap si anak. Kebanyakan anak yang berambut gembel adalah berasal dari keluarga petani, dimana kesehariannya orang tua mereka bekerja di ladang (tegal). Sehingga orang tua mereka kurang memperhatikan kebersihan anaknya, khususnya kebersihan rambut.
          Jadi Latar belakang tumbuhnya rambut gimbal pada anak rambut gimbal di dataran tinggi Dieng disebabkan oleh tiga faktor.Pertama,genetis (keturunan). Faktor keturunan dipercaya dapat menyebabkan seorang anak berambut gembel. Jika ditelusuri,seorang ibu atau ”si mbok”, mbah, buyut dari anak yang berambut gembel ternyata dulunya juga berambut gembel.
 Kedua, masyarakat dataran tinggi Dieng memiliki keyakinan bahwa anak rambut gimbal merupakan takdir Yang Maha Kuasa.
          Ketiga, faktor kesehatan (demam tinggi, kurangnya menjaga kebersihan badan dan pola asuh orang tua) dipengaruhi oleh keadaan geografis dataran tinggi dieng yang bersuhu dingin sekitar 15 C°. menyebabkan seorang anak berambut gembel. Dinginnya suhu udara menyebabkan seorang anak malas untuk mandi dan mencuci rambutnya, sehingga rambutnya kotor dan menjadi gembel.
RAMBUT GEMBEL DILIHAT DARI SEGI KESEHATAN
          Jika dilihat dari segi kesehatan, seorang anak yang berambut gimbal itu dikarenakan kurangnya kesadaran akan  kebersihan pada tubuh mereka sendiri. Sehingga menimbulkan berbagai penyakit misalnya rambut menjadi gatal, dan menjadi menggumpal (gembel), selain itu si anak juga merasakan demam tinggi yang membuat kepala akan terasa panas. Dari pola asuh orang tua sendiri sudah tidak mempunyai kesadaran akan pentingnya kebersihan. Hal ini dikarenakan sibuknya para orang tua yang bekerja diladang sehingga menimbulkan kurangnya perhatian pada si anak, anak menjadi tidak rerawat. Faktor lain malasnya anak-anak untuk membersihkan tubuh, hal ini diengarhi oleh keadaan geografis dataran tinggi dieng yang bersuhu dingin sekitar 15 C°. menyebabkan seorang anak berambut gembel. Dinginnya suhu udara menyebabkan seorang anak malas untuk mandi dan mencuci rambutnya, sehingga rambutnya kotor dan menjadi gembel.
          Menurut ahli kesehatan anak yang memiliki rambut gembel tidak banyak mempengaruhi kesehatan, tetapi jika hal itu dibiasakan maka masyarakat akan terbiasa dengan pola hidup yang tidak sehat. Dan akan menimbulkan penyakit lainnya misalnya gatal-gatal pada tubuh yang membuat infeksi. atau penyakit kulit lainya.
          Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebenarnya rambut gimbal tidak berbahaya bagi tubuh manusia hanya saja akan terlihat kurang rapi dan membuat orang akan risih melihatnya, namun jika pola hidup masyarakat masih seperti itu dapat menimbulkan penyakit yang lain yang tentunya akan membahayakan manusia sendiri. Maka yang perlu kita ubah adalah pola kebiasaan masyarakat didataran tinggi dieng agar mereka hidup lebih bersih tidak menjadi pemalas.

DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat.1990.Pengantar Ilmu Antropologi.Rineka Cipta:Jakarta
Poloma, M. Margaret.2000.Sosiologi Kotemporer.Rajawali Pers:Jakarta
Soekanto, Soerjono.2006.Sosiologi Suatu Pengantar.Rajawali Pers:Jakarta
Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto.2005.Kanisius:Jakarta
Sztompka, Piotr.2004.Sosiologi Perubahan Sosial.Predana:Jakarta


3 komentar:

  1. owh ternyata salah satu penyebab rambut gembel di Dieng adalah gara gara males keramas,,
    saya baru tau..mksh atas informasi di artikel ini

    BalasHapus
  2. wah klo itu lebih tepatnya titisan nyi roro surip atau mbah surip

    BalasHapus
  3. Saya mau nanya, kalau shampo nya rambut gimbal apa ya?
    kalau ada yg tau, mohon infonya

    BalasHapus